Showing posts with label GERAKAN LITERASI NASIONAL. Show all posts
Showing posts with label GERAKAN LITERASI NASIONAL. Show all posts

Monday, May 3, 2021

Gerakan Literasi Nasional (Gln) Kemendikbud

PELAJARANCG: Berdasarkan kata sambutan mendikbud (kemendikbud) yang ditandatangani oleh Bpk Muhadjir Effendy September 2017 perihal Gerakan Literasi Nasional (GLN). Sejarah peradaban umat insan memperlihatkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang mempunyai peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya dilema bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa mempunyai kecakapan hidup supaya bisa bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk membuat kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi memperlihatkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga sanggup memenangi persaingan global.


Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus bisa mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup era ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, hingga dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi akseptor didik, tetapi juga bagi orang bau tanah dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut meliputi literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

 Berdasarkan kata sambutan mendikbud  GERAKAN LITERASI NASIONAL (GLN) KEMENDIKBUD
Gambar: Logo dan Maskot Gerakan Literasi Nasional (GLN) kemendikbud


Pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa yaitu melalui penyediaan materi bacaan dan peningkatan minat baca anak. Sebagai belahan penting dari penumbuhan budi pekerti, minat baca anak perlu dipupuk semenjak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, didukung dengan ketersediaan materi bacaan yang bermutu dan terjangkau, akan mendorong penyesuaian membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) sanggup ditumbuhkembangkan.

 Berdasarkan kata sambutan mendikbud  GERAKAN LITERASI NASIONAL (GLN) KEMENDIKBUD


Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), semenjak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai belahan dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 perihal Penumbuhan Budi Pekerti. Layaknya suatu gerakan, pelaku GLN tidak didominasi oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, ibarat pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan kementerian/ forum lain. Pelibatan ekosistem pendidikan semenjak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, hingga pada kampanye literasi sangat penting supaya kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan cita-cita dan kebutuhan masyarakat. GLN dibutuhkan menjadi pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan hingga ke wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi.


Buku Peta Jalan, Panduan, Modul dan Pedoman Pelatihan Fasilitator, Pedoman Penilaian dan Evaluasi, dan Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional ini diterbitkan sebagai referensi untuk mewujudkan ekosistem yang kaya literasi di seluruh wilayah Indonesia. Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada tim GLN dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini tidak hanya bermanfaat bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penggagas dan pelakunya, tetapi juga bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya membangun budaya literasi.


Dibawah Anda Akan menemukan:

BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
1.2 Pentingnya Literasi Digital

BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Digital
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital
2.3 Indikator Literasi Digital
2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah
2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga
2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat

BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Sekolah
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
3.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digitaldi Keluarga
4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga
4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Belajar Bermutu
4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
4.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
5.2.3 Perluasan Akses Internet di Ruang Publik
5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
5.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 6 PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA



BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI

1.1 Tantangan dan Peluang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna Internet di Indonesia per awal 2015 yaitu 88,1 juta orang. Akan tetapi, sesuai dengan riset yang dilansir oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia dan angka ini tumbuh sebanyak 51 persen dalam kurun waktu satu tahun.


Perkembangan dunia digital sanggup menimbulkan dua sisi yang berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya peralatan digital dan kanal akan informasi dalam bentuk digital mempunyai tantangan sekaligus peluang. Salah satu kehawatiran yang muncul yaitu jumlah generasi muda yang mengakses internet sangat besar, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik melalui telepon genggam, komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya. Tingginya penetrasi internet bagi generasi muda tentu meresahkan banyak pihak dan fakta memperlihatkan bahwa data kanal anak Indonesia terhadap konten berbau pornografi per hari rata-rata mencapai 25 ribu orang (Republika, 2017). Belum lagi sikap berinternet yang tidak sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya info atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi orang tua, yang mempunyai tanggung jawab dan kiprah penting dalam mempersiapkan generasi era ke-21, generasi yang mempunyai kompetensi digital.


Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor memperlihatkan bahwa generasi muda yang mempunyai keahlian untuk mengakses media digital, ketika ini belum mengimbangi kemampuannya memakai media digital untuk kepentingan memperoleh informasi pengembangan diri. Hal ini juga tidak didukung dengan bertambahnya materi/informasi yang disajikan di media digital yang sangat bermacam-macam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012). Di Indonesia ketika ini, perkembangan jumlah media tercatat meningkat pesat, yakni mencapai sekitar 43.400, sedangkan yang terdaftar di Dewan Pers hanya sekitar 243 media. Dengan demikian, masyarakat dengan gampang mendapat informasi dari aneka macam media yang ada, terlepas dari resmi atau tidaknya info tersebut (Kumparan, 2017). Hal ini terindikasi dari semakin merosotnya budaya baca masyarakat yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran aneka macam gawai (gadget) yang bisa terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawai yang mereka miliki.


Di sisi lain, perkembangan media digital memberikan peluang, ibarat meningkatnya peluang bisnis e-commerce, lahirnya lapangan kerja gres berbasis media digital, dan pengembangan kemampuan literasi tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Perkembangan pesat dunia digital yang sanggup dimanfaatkan yaitu munculnya ekonomi kreatif dan usaha-usaha gres untuk membuat lapangan pekerjaan. Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia dan pemerintah melihat ini sebagai peluang untuk membuat 1.000 technopreneurs dengan nilai bisnis sebesar USD 10 miliar dengan nilai e-commerce mencapai USD 130 miliar pada tahun 2020. Pemanfaatan e-commerce memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk meningkatkan pemasaran barang dan jasa secara global, mengurangi waktu dan biaya promosi dari barang dan jasa yang dipasarkan alasannya yaitu tersedianya informasi secara menyeluruh di internet sepanjang waktu. Selain itu, jenis lapangan pekerjaan yang memanfaatkan dunia digital semakin bertambah, ibarat ojek atau taksi daring, media umum analisis, dan pemasaran media sosial.


Selain itu, peralatan dan jaringan internet yang ada bisa dijadikan media yang sanggup membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan literasi mereka tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Justru digitalisasi bisa dijadikan media mediator untuk menuju praktik literasi yang sanggup menghasilkan teks berbasis cetak. Sebagai contoh, kegiatan menulis di blog langsung bisa diarahkan untuk mengumpulkan goresan pena untuk kemudian bisa dicetak menjadi buku yang berisi kumpulan goresan pena dengan tema tertentu yang diambil dari blog pribadi. Kalangan muda yang gemar menulis di jejaring sosial bisa diarahkan untuk berlatih menulis dan mengemukakan gagasan perihal sesuatu yang akrab dengan mereka.


1.2 Pentingnya Literasi Digital

Sejak zaman dahulu, literasi sudah menjadi belahan dari kehidupan dan perkembangan manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah insan hanya membaca tandatanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Mereka menulis simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring dengan perubahan waktu, berkembanglah taraf kehidupan manusia, dari tidak mengenal goresan pena hingga melahirkan pemikiran untuk membuat kodekode dengan angka dan huruf sehingga insan dikatakan makhluk yang bisa berpikir. Pemikiran tersebut jadinya melahirkan suatu kebudayaan. Proses perkembangan literasi berasal dari mulai dikenalnya goresan pena yang pada ketika itu memakai perkamen sebagai media untuk menulis. Perkamen yaitu alat tulis pengganti kertas yang dibentuk dari kulit hewan (seperti biri-biri, kambing, atau keledai). Perkamen biasanya digunakan untuk halaman buku, codex, atau manuskrip yang digunakan oleh masyarakat dunia pada sekitar 550 sebelum Masehi.


Pada awal 5 Masehi interaksi insan dalam proses literasi sudah mengenal salin tukar informasi melalui pos merpati. Seiring waktu dan perkembangan teknologi, misalnya, ditemukan mesin cetak, kertas, kamera, dan peningkatan ilmu jurnalistik. Koran sudah dikenal dan menjadi salah satu media untuk penyebarluasan informasi. Kebutuhan akan informasi yang cepat membuat transisi teknologi semakin pesat. Pada tahun 1837 ditemukan telegram, kemudahan yang digunakan untuk memberikan informasi jarak jauh dengan cepat, akurat, dan terdokumentasi. Telegram berisi kombinasi isyarat (sandi morse) yang ditransmisikan dengan alat yang disebut telegraf. Tahun 1867, Alexander Graham Bell menemukan telepon; telepon berasal dari dua kata, yakni tele ‘jauh‘ dan phone ‘suara‘ sehingga telepon berarti sebuah alat komunikasi berupa bunyi jarak jauh. Kebutuhan akan informasi yang sangat cepat membuat persaingan dan penemuan yang luar biasa di dunia digital. Pada awal tahun 1900-an, radio dan televisi menjadi idola masyarakat dunia, seiring dengan peningkatan dan perkembangan aneka macam teknologi audio visual. Proses menampilkan informasi ternyata tidak cukup memenuhi kebutuhan masyarakat ketika itu. Kebutuhan alat untuk membuat, mendesain, mengolah, dan menyimpan data dan informasi sangat ditunggu, sehingga pada tahun 1941 ditemukanlah komputer.


Perkembangan teknologi tidak hanya berbentuk komputer (perangkat keras), tetapi juga berupa kemajuan yang pesat juga terjadi pada sisi perangkat lunak. Pada awal pemakaian komputer, aplikasi yang digunakan berbasis teks. Sejak ditemukannya sistem operasi windows, yang mempunyai aksesibilitas yang ramah pengguna, mulailah bermunculan aplikasi pendukung yang sanggup dimanfaatkan untuk media digital. Laptop yang ketika ini banyak beredar menjawab kebutuhan masyarakat di dunia berupa kemudahan mobillitas. Saat ini pun pemakaian laptop mulai tergantikan oleh penggunaan gawai dalam pemanfaatan media digital yang juga seiring dengan peningkatan jaringan internet yang luar biasa.


Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk sanggup berpartisipasi di dunia modern kini ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Generasi yang tumbuh dengan kanal yang tidak terbatas dalam teknologi digital mempunyai pola berpikir yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Setiap orang hendaknya sanggup bertanggung jawab terhadap bagaimana memakai teknologi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Teknologi digital memungkinkan orang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dunia maya ketika ini semakin dipenuhi konten berbau info bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme, bahkan praktik-praktik penipuan. Keberadaan konten negatif yang merusak ekosistem digital ketika ini hanya bisa ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu.


Menjadi literat digital berarti sanggup memproses aneka macam informasi, sanggup memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam aneka macam bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan supaya efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap aneka macam dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi akhir penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Memacu individu untuk beralih dari konsumen informasi yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun sebagai belahan dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam persaingan memperoleh pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi sosial.


Literasi digital akan membuat tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Mereka tidak akan gampang tergoda oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung aman dan kondusif. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan kiprah aktif masyarakat secara bersama-sama. Keberhasilan membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP

2.1 Pengertian Literasi Digital

Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan memakai informasi dalam aneka macam bentuk dari aneka macam sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) memperlihatkan pemahaman gres mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat. Namun, literasi informasi gres menyebar luas pada dekade 1990-an manakala informasi semakin gampang disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi.


Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? "Apa itu Digital Literasi" (2011) menyampaikan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut.
  1. Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
  2. Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten;
  3. Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang jago dan aktual;
  4. Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi didunia digital;
  5. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
  6. Kreatif, melaksanakan hal gres dengan cara baru;
  7. Kritis dalam menyikapi konten; dan
  8. Bertanggung jawab secara sosial.


Aspek kultural, berdasarkan Belshaw, menjadi elemen terpenting alasannya yaitu memahami konteks pengguna akan membantu aspek kognitifdalam menilai konten. Dari beberapa pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa literasi digital yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk memakai media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh aturan dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.


2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital

Menurut UNESCO konsep literasi digital menaungi dan menjadi landasan penting bagi kemampuan memahami perangkat-perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi. Misalnya, dalam Literasi TIK (ICT Literacy) yang merujuk pada kemampuan teknis yang memungkinkan keterlibatan aktif dari komponen masyarakat sejalan dengan perkembangan budaya serta pelayanan publik berbasis digital. Literasi TIK dijelaskan dengan dua sudut pandang. Pertama, Literasi Teknologi (Technological Literacy)—sebelumnya dikenal dengan sebutan Computer Literacy—merujuk pada pemahaman perihal teknologi digital termasuk di dalamnya pengguna dan kemampuan teknis. Kedua, memakai Literasi Informasi (Information Literacy). Literasi ini memfokuskan pada satu aspek pengetahuan, ibarat kemampuan untuk memetakan, mengidentifikasi, mengolah, dan memakai informasi digital secara optimal.


Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, yaitu merujuk pada serta tidak bisa dilepaskan dari kegiatan literasi, ibarat membaca dan menulis, serta matematika yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh alasannya yaitu itu, literasi digital merupakan kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan memakai perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, kemampuan dalam pembelajaran, dan mempunyai sikap, berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital.


Prinsip dasar pengembangan literasi digital, antara lain, sebagai berikut.

1. Pemahaman
Prinsip pertama dari literasi digital yaitu pemahaman sederhana yang meliputi kemampuan untuk mengekstrak ide secara implisit dan ekspilisit dari media.

2. Saling Ketergantungan
Prinsip kedua dari literasi digital yaitu saling ketergantungan yang dimaknai bagaimana suatu bentuk media bekerjasama dengan yang lain secara potensi, metaforis, ideal, dan harfiah. Dahulu jumlah media yang sedikit dibentuk dengan tujuan untuk mengisolasi dan penerbitan menjadi lebih gampang daripada sebelumnya. Sekarang ini dengan begitu banyaknya jumlah media, bentuk-bentuk media dibutuhkan tidak hanya sekadar berdampingan, tetapi juga saling melengkapi satu sama lain.

3. Faktor Sosial
Berbagi tidak hanya sekadar sarana untuk memperlihatkan identitas langsung atau distribusi informasi, tetapi juga sanggup membuat pesan tersendiri. Siapa yang membagikan informasi, kepada siapa informasi itu diberikan, dan melalui media apa informasi itu berikan tidak hanya sanggup memilih keberhasilan jangka panjang media itu sendiri, tetapi juga sanggup membentuk ekosistem organik untuk mencari informasi, membuatkan informasi, menyimpan informasi, dan jadinya membentuk ulang media itu sendiri.

4. Kurasi
Berbicara perihal penyimpanan informasi, ibarat penyimpanan konten pada media umum melalui metode “save to read later” merupakan salah satu jenis literasi yang dihubungkan dengan kemampuan untuk memahami nilai dari sebuah informasi dan menyimpannya supaya lebih gampang diakses dan sanggup bermanfaat jangka panjang. Kurasi tingkat lanjut harus berpotensi sebagai kurasi sosial, ibarat bekerja sama untuk menemukan, mengumpulkan, serta mengorganisasi informasi yang bernilai.

Pendekatan yang sanggup dilakukan pada literasi digital meliputi dua aspek, yaitu pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berfokus pada aspek perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan operasional berfokus pada kemampuan teknis penggunaan media itu sendiri yang tidak sanggup diabaikan.

Sumber Gambar: Gerakan Literasi Nasional (GLN) kemendikbud

Prinsip pengembangan literasi digital berdasarkan Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama, kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep, pendekatan, dan perilaku. Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang bekerjasama dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan penemuan pada dunia digital.


2.3 Indikator Literasi Digital

2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah

  1. Basis Kelas
    • Jumlah pembinaan literasi digital yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
    • Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran; dan
    • Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam memakai media digital dan internet.
  2. Basis Budaya Sekolah
    • Jumlah dan variasi materi bacaan dan alat peraga berbasis digital;
    • Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
    • Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi;
    • Jumlah penyajian informasi sekolah dengan memakai media digital atau situs laman;
    • Jumlah kebijakan sekolah perihal penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
    • Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.)
  3. Basis Masyarakat
    • Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
    • Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan forum dalam pengembangan literasi digital.


2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga

  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
  3. Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
  4. Meningkatnya frekuensi kanal anggota keluarga terhadap penggunaan internet secara bijak;
  5. Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam aneka macam kegiatan di keluarga; dan
  6. Jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.



2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat

  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki setiap kemudahan publik;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital setiap hari;
  3. Meningkatnya jumlah materi bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat setiap hari;
  4. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga, atau instansi dalam penyediaan materi bacaan literasi digital;
  5. Meningkatnya jumlah kemudahan publik yang mendukung literasi digital;
  6. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang ada di masyarakat
  7. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi digital;
  8. Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat;
  9. Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam memberikan kanal informasi dan layanan publik;
  10. Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
  11. Meningkatnya angka ketersediaan kanal dan pengguna (melek) internet di suatu daerah; dan
  12. Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat.


BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH

3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah

1. Basis Kelas

  • Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang diikuti kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
  • Meningkatnya intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran; dan
  • Meningkatnya pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam memakai media digital dan internet.

2. Basis Budaya Sekolah

  • Jumlah dan variasi materi bacaan dan alat peraga berbasis digital;
  • Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
  • Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi;
  • Jumlah penyajian informasi sekolah dengan memakai media digital atau situs laman;
  • Jumlah kebijakan sekolah perihal penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
  • Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.).

3. Basis Masyarakat

  • Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
  • Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan forum dalam pengembangan literasi digital.



3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Sekolah

Literasi digital sekolah harus dikembangkan sebagai prosedur pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum atau setidaknya terkoneksi dengan sistem berguru mengajar. Siswa perlu ditingkatkan keterampilannya, guru perlu ditingkatkan pengetahuan dan kreativitasnya dalam proses pengajaran literasi digital, dan kepala sekolah perlu memfasilitasi guru atau tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah.

3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator

Penguatan pemain film atau fasilitator literasi di lingkungan sekolah ditekankan pada pembinaan kepala sekolah, pengawas, guru, dan tenaga kependidikan perihal literasi digital. Pelatihan-pelatihan tersebut terkait dengan penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengembangan sekolah, misalnya, kepala sekolah dan pengawas diberikan pembinaan perihal penggunaan media digital dalam manajemen sekolah, guru diberikan pembinaan perihal pemanfaatan media digital dalam pembelajaran, serta akseptor didik didorong untuk memakai teknologi informasi dan komunikasi secara cerdas dan bijaksana. Pelatihan di sini juga ditekankan pada keteladanan yang diberikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan terkait dengan penerapan literasi digital di lingkungan sekolah.

3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu

Peningkatan jumlah dan ragam sumber berguru bermutu di sekolah menjadi kebutuhan yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat dalam era digital menuntut pembaharuan dan penambahan pengetahuan gres di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, sekolah dituntut sanggup meningkatkan jumlah dan ragam sumber berguru bermutu bagi warga sekolahnya, terutama untuk akseptor didik. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam peningkatan jumlah dan ragam sumber berguru bermutu terkait literasi digital di lingkungan sekolah yaitu sebagai berikut.

1. Penambahan Bahan Bacaan Literasi Digital di Perpustakaan
Perpustakaan menjadi salah satu jantung pengetahuan sekolah. Penambahan materi bacaan literasi dalam aneka macam bentuk sumber berguru perlu ditingkatkan. Misalnya, menyediakan materi bacaan bertemakan digital, menyediakan materi bacaan dalam bentuk salinan lunak, atau penyediaan alat peraga sebagai sumber berguru terkait dengan literasi digital.

2. Penyediaan Situs-Situs Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Situs edukatif sanggup digunakan oleh seluruh warga sekolah. Misalnya, guru sanggup memakai situs ruanggurucom atau belajar.indonesiamengajar.org atau situs lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan pembelajaran. Kepala sekolah sanggup memakai situs sahabatkeluarga. kemdikbud.go.id atau sekolahaman.kemdikbud.go.id sebagai sumber berguru untuk pengembangan sekolah.

3. Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga
Sekolah Aplikasi-aplikasi edukatif yang bisa digunakan oleh warga sekolah yaitu Jelajah Seru, Anak Cerdas, 101 lagu Anak-Anak, Kumpulan Dongeng, dan sebagainya. Kepala sekolah dan guru sanggup mengarahkan akseptor didik untuk memakai aplikasiaplikasi tersebut untuk menambah pengetahuan dan kreativitas. Guru juga sanggup mengaitkan aplikasi-aplikasi tersebut dalam pembelajaran.

4. Pembuatan Mading Sekolah dan Mading Kelas
Majalah dinding yang sering disebut mading yaitu sarana yang sanggup digunakan warga sekolah dalam menyediakan sumber informasi dan untuk belajar. Dalam kaitannya dengan literasi digital, warga sekolah sanggup mengisi konten mading dengan halhal bertemakan digital atau memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperoleh informasi dalam pembuatan karyanya.


3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Komputer dan Akses Internet di Sekolah
Penyediaan komputer dan kanal internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber berguru yang dibutuhkan sanggup diperoleh dengan memakai kanal internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan warga sekolah terutama akseptor didik dalam mempelajari ilmu teknologi informasi dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet di sekolah.

2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital
Penyediaan layar dan papan informasi digital di beberapa titik strategis di lingkungan sekolah sanggup membantu warga sekolah dalam memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Kontenkonten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, berita-berita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan lain sebagainya sanggup ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan warga sekolah.


3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik

1. Sharing Session
Sharing session sanggup dilakukan dengan mengundang pakar untuk membuatkan bagaimana mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di sekolah sanggup meningkatkan literasi digital warga sekolah melalui aneka macam kegiatan yang menyenangkan, ibarat pada kelas ide dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional sanggup diubahsuaikan dengan kebutuhan warga sekolah.

2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Para pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia perjuangan dan industri, relawan pendidikan, dan media. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di sekolah sanggup dilakukan dalam aneka macam bentuk, misalnya, membuat acara literasi digital dalam bentuk bazar karya akseptor didik dalam hal literasi digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pembinaan fasilitator literasi digital di lingkungan sekolah.

3. Penguatan Forum Bersama Orang Tua dan Masyarakat
Forum bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah sudah diwadahi melalui komite sekolah. Forum yang melibatkan orang bau tanah dan masyarakat dalam segala hal terkait dengan perkembangan sekolah, terutama yang akan berdampak akseptor didik, perlu diubahsuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Misalnya, dengan memakai media sosial, komunikasi antara orang bau tanah dan sekolah sanggup terjalin dengan baik dan cepat. Forum bersama juga sanggup mengimbau orang bau tanah untuk terlibat dalam mengontrol akseptor didik dalam mengakses gawai dan internet di luar sekolah.


3.2.5 Penguatan Tata Kelola

1. Pengembangan Sistem Adminstrasi secara Elektronik (administrasi-e)
Sekolah mengembangkan sistem manajemen secara digital melalui penyediaan aplikasi atau format yang memudahkan sekolah dalam Mengadministrasikan segala keperluan sekolah. Misalnya, dalam mencatat data akseptor didik, daftar pengeluaran sekolah, dan lain-lain. Petugas manajemen sekolah juga dilatih dengan keterampilan dalam mengelola manajemen dengan memanfaatkan sistem manajemen berbasis elektronik.

2. Pembuatan Kebijakan Sekolah perihal Literasi Digital
Pembuatan kebijakan sekolah terkait dengan pemanfaatan teknologi dan media digital sanggup mendukung pengembangan sekolah yang lebih baik dan inovatif. Misalnya, guru diwajibkan memakai media pembelajaran berbasis teknologi, memakai aplikasi rapor yang terintegrasi dengan kepala sekolah dan orang tua, mengimbau akseptor didik untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, memakai kanal gawai dan internet pada waktu-waktu tertentu, mengelola perpustakaan sekolah dengan memanfaatkan teknologi dan media digital, dan mengelola sarana prasarana perihal teknologi yang baik dan berkala.


BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA

4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Keluarga

Tujuan dari penguatan budaya literasi digital di keluarga terutama bagi bawah umur yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan positif dalam memakai media digital dalam kehidupan sehari-hari. Orang bau tanah juga dibutuhkan bisa secara bijak dan sempurna mengarahkan dan mengembangkan budaya literasi digital di keluarga. Selain itu, penguatan budaya literasi di keluarga juga meningkatkan kemampuan anggota keluarga dalam memakai dan mengelola media digital (teknologi informasi dan komunikasi) secara bijak, cerdas, cermat, dan sempurna untuk membina komunikasi dan interaksi antaranggota keluarga dengan lebih serasi serta untuk mendapat informasi yang bermanfaat bagi kebutuhan keluarga. Akan tetapi, sasaran literasi digital dalam keluarga yang lebih spesifik yaitu sebagai berikut.
  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
  3. Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
  4. Meningkatnya frekuensi kanal anggota keluarga terhadap penggunaan internet secara bijak;
  5. Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam aneka macam kegiatan di keluarga; dan
  6. Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.


4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga

Strategi pengembangan literasi digital keluarga dimulai dari orang bau tanah alasannya yaitu orang bau tanah harus menjadi teladan literasi dalam memakai media digital. Orang bau tanah harus membuat lingkungan sosial yang komunikatif dalam keluarga, khususnya dengan anak. Membangun interaksi antara orang bau tanah dan anak dalam pemanfaatan media digital sanggup berupa diskusi, saling menceritakan pemanfaatan media digital yang positif. Langkah selanjutnya dalam seni manajemen pengembangan literasi digital dalam keluarga yaitu mengenalkan materi dasar yang diberikan kepada anggota keluarga, yaitu ayah, ibu, dan anak, antara lain, dengan melaksanakan hal-hal berikut.

4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator

Penyuluhan perihal internet sehat kepada orang tua. Penguatan literasi digital untuk orang bau tanah sanggup dilakukan melalui penyuluhan, seminar, dan pembinaan perihal bagaimana memakai internet sehat. Orang bau tanah diajarkan memakai situs yang aman yang bisa digunakan oleh anak, diajarkan cara memakai media umum dengan bijaksana, cara memaksimalkan internet dalam mencari informasi dan pengetahuan, dan sebagainya.

4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Belajar Bermutu

1. Penyediaan Bahan Bacaan Terkait Media Digital di Rumah
Peningkatan jumlah dan ragam materi bacaan bertema teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, buku, dan dalam bentuk salinan lunak yang sanggup diakses melalui komputer dan gawai.

2. Pemilihan Acara Televisi dan Radio yang Edukatif
Pemilihan jadwal televisi dan radio yang edukatif bagi anggota keluarga terutama pada anak sanggup menjadi sumber pengetahuan. Orang bau tanah wajib menyaring acara-acara yang layak ditonton dan didengar oleh anak. Dari jadwal televisi dan radio yang edukatif tersebut anak juga mendapat materi pembelajaran dan kegiatan literasi yang menyenangkan di keluarga.

3. Pemilihan Situs dan Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Anggota Keluarga
Situs dan aplikasi edukatif sanggup digunakan oleh anggota keluarga. Misalnya, orang bau tanah sanggup memakai situs sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id atau keluargakita.com atau situs yang lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan keluarga. Anak sanggup membuka situs dan aplikasi untuk menambah pengetahuan dan mengasah kreativitasnya, ibarat aplikasi anak cerdas, tebak gambar, permainan matematika, atau situs ibarat kbbi.kemdikbud.go.id, inibudi.com, dan sebagainya.

4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Komputer, Laptop, Gawai, dan Akses Internet di Keluarga
Penyediaan komputer dan kanal internet merupakan salah satu upaya penting dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber berguru yang dibutuhkan sanggup diperoleh dengan memakai kanal internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan keluarga terutama anak dalam mempelajari ilmu teknologi informasi dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet yang ada di rumah. Orang bau tanah dan anak sanggup mengikuti kelas daring perihal bermacam-macam pengetahuan dan keterampilan.

2. Penyediakan Televisi dan Radio Sebagai Sumber Informasi dan Pengetahuan
Televisi dan radio sanggup digunakan sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi anggota keluarga. Saat ini televisi banyak dikembangkan dan disambungkan dengan jadwal televisi dari aneka macam saluran dunia melalui TV kabel. Dengan demikian, anggota keluarga mempunyai banyak pilihan untuk memilih stasiun TV dan jadwal yang sanggup mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keluarga.

4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik

Sharing Session
Sharing session sanggup dilakukan dengan mengundang pakar, praktisi, dan relawan yang didukung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia perjuangan dan industri, relawan pendidikan, dan mediauntuk membuatkan informasi perihal cara mereka mengaplikasikanteknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.

Pelibatan para pakar, praktisi, dan relawan secara personal atau kelembagaan ini berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatannya teknologi informasi dan komunikasi untuk keluarga. Kegiatan sharing session sanggup dilakukan melalui kegiatan yang ada di sekolah dan masyarakat, tetapi fokus pembahasannya diubahsuaikan dengan kebutuhan pengembangan literasi digital pada keluarga.

4.2.5 Penguatan Tata Kelola

1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan Keluarga
Pembuatan kesepakatan atau aturan keluarga terkait denganpemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital sanggup mendukung pengembangan diri anggota keluarga terutama anak. Misalnya, mengimbau anak untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, memakai kanal gawai, televisi, dan internet pada waktu-waktu tertentu.

2. Pendampingan
Keluarga ikut mendampingi dalam penggunaan media digital sebagai sarana pengembangan literasi (keselamatan dan keamanan media digital). Pendampingan keluarga terutama orang bau tanah kepada anak dalam memakai alat elektronik dan mengakses internet di rumah menjadi hal yang sangat penting di tengah bebasnya arus informasi. Orang bau tanah harus mendampingi anak dalam hal memakai internet untuk membantu kiprah sekolah, mengawasi fitur yang boleh digunakan dan dihentikan dipakai, menjaga kesopanan dalam berkomunikasi di media sosial, memastikan informasi yang didapat berasal dari sumber yang tepercaya dan sanggup dipertanggungjawabkan, menjaga supaya anak tidak mengirimkan atau mengunggah pesan, gambar, dan video yang sanggup menyakiti orang lain, dan lain-lain.


BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT

5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat

Kecerdasan bermedia di masyarakat sangat penting. Saat ini penggunaan media digital di dunia telah menjadi gaya hidup, yang terkoneksi dengan teknologi informasi. Pertumbuhan media digital memungkinkan pergeseran sikap masyarakat. Keterbukaan informasi di media umum tidak dibarengi dengan kecerdasan bermedia untuk menganalisis data dan konten yang ada.

Tujuan literasi digital di masyarakat yaitu mengedukasi masyarakat dalam memanfaatkan teknologi dan komunikasi dengan memakai teknologi digital dan alat-alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan membuat informasi secara bijak dan kreatif. Selain itu, literasi digital juga bertujuan untuk memakai media digital secara bertanggung jawab, mengetahui aspek-aspek dan konsekuensi aturan terkait dengan UU No. 19 Tahun 2016 perihal Informasi dan Transaksi Elektronik. Fitur-fitur yang perlu dipahami meliputi dasar-dasar komputer, penggunaan internet dan program-program produktif, keamanan dan kerahasiaan, gaya hidup digital, dan kewirausahaan. Selain itu, terdapat juga sasaran spesifik yang ingin dicapai sebagai berikut.
  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki setiap kemudahan publik;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital setiap hari;
  3. Meningkatnya jumlah materi bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat setiap hari;
  4. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, forum atau instansi dalam penyediaan materi bacaan literasi digital;
  5. Meningkatnya jumlah kemudahan publik yang mendukung literasi digital;
  6. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang ada di masyarakat;
  7. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi digital;
  8. Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat;
  9. Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam memberikan kanal informasi dan layanan publik;
  10. Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
  11. Meningkatnya angka ketersediaan kanal dan pengguna (melek) internet di suatu daerah; dan
  12. Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat.



5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat

5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator

1. Pelatihan Penggunaan Aplikasi atau Perangkat Digital
Penggunaan aplikasi atau perangkat digital dalam berliterasi di era digital ketika ini sangatlah penting. Untuk itu perlu pembinaan atau sosialisasi kepada para pegiat literasi atau yang mempunyai hobi membaca buku untuk mempunyai aplikasi, ibarat Goodreads, Google Play Books, atau Aldiko Book Reader pada telepon cerdik (smartphone) yang mereka miliki.

2. Pelatihan Penulisan dan Pembuatan Blog Atau Media Jurnal Harian Daring
Media digital untuk menuangkan hasil goresan pena ketika ini sangat beragam, ibarat menuangkan goresan pena pada blog, Facebook, situs info daring, dan sebagainya. Untuk itu pembinaan menulis, mempunyai akun, serta cara menuangkan goresan pena pada akun tersebut menjadi salah satu hal yang perlu didorong kepada para pegiat literasi supaya goresan pena yang telah dibentuk sanggup dibaca oleh banyak orang.

3. Pelatihan Penggunaan Perangkat atau Aplikasi Internet yang Bijaksana
Penguatan literasi digital untuk pegiat literasi sanggup dilakukan melalui seminar atau pembinaan perihal cara memakai internet sehat. Pegiat diajarkan cara memakai media umum dengan bijaksana dengan cara menulis atau menebar konten goresan pena yang positif, sanggup menganalisis dan mencari kebenaran informasi yang didapatkan supaya tidak menebar info bohong (hoaks), memaksimalkan internet dalam mencari informasi dan pengetahuan yang mempunyai kegunaan untuk masyarakat, dan sebagainya.

4. Sosialisasi Bahan Referensi perihal Hukum dan Etika dalam Menggunakan Media Digital
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perihal Informasi dan Transaksi Elektronik perlu disosialisasikan kepada masyarakat melalui para pegiat literasi. Penggunaan informasi yang sangat bebas perlu ditunjang dengan aturan yang ada supaya setiap orang sanggup memajukan pemikiran dan dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan secara bertanggung jawab. Selain itu, adanya sosialisasi aturan ini sanggup memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian aturan bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu

1. Penyediaan Sumber Belajar perihal Teknologi Informasi dan Komunikasi di Ruang Publik
Peningkatan jumlah dan ragam materi bacaan bertema teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, atau buku di ruang publik, ibarat stasiun, terminal, bandara, taman bacaan masyarakat, dan perpustakaan umum. Selain itu, sumber berguru berbentuk salinan lunak atau informasi digital juga perlu diperbanyak dan diletakkan pada sarana umum yang tersedia, misalnya, komputer atau layar digital yang ada di ruang publik atau dalam bentuk salinan lunak yang sanggup diakses melalui komputer dan gawai.

2. Penyebaran Informasi dan Pengetahuan Melalui Media Sosial
Media sosial, ibarat pos-el (email), Whatsapp, Line, Facebook, dan Blackberry Messenger sudah dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Pemanfaatan media umum ini sanggup digunakan sebagai penyebaran informasi dan pengetahuan sebagai bentuk sumber berguru masyarakat. Namun, masyarakat perlu kritis dan bijak dalam menyebarkan informasi dan pengetahuan yang dibentuk atau yang diperolehnya.

5.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Akses Internet di Ruang Publik
Penyediaan kanal internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada era digital ini. Sumber berguru yang dibutuhkan sanggup diperoleh dengan memakai kanal internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pengetahuan dan mengasah keterampilan harus ditunjang oleh kesediaan oleh kanal internet yang ada di masyarakat. Misalnya, di desa terdapat pojok internet khusus yang disediakan untuk masyarakat; pada ruang publik lainnya, ibarat perpustakaan umum, terminal, bandara, pelabuhan sanggup disediakan kanal internet untuk masyarakat.

2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital di Ruang Publik
Penyediaan layar dan papan informasi digital di ruang publik sanggup membantu masyarakat dalam memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Layar informasi yang ada di bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, persimpangan jalan strategis, dan pasar sanggup diisi dengan konten-konten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, beritaberita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan sebagainya. Semuanya sanggup ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan masyarakat.

5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik

1. Sharing Session
Sharing session sanggup dilakukan dengan mengundang pakar untuk membuatkan perihal cara mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat sanggup meningkatkan literasi digital masyarakat melalui aneka macam kegiatan yang menyenangkan, ibarat pada kelas ide dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional sanggup diubahsuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan sharing session sanggup dilakukan dengan berkolaborasi dengan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat, ibarat karang taruna, PKK, komunitas baca, dan lain-lain.

2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia perjuangan dan industri, media, dan relawan pendidikan. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di masyarakat sanggup dilakukan dalam aneka macam bentuk, misalnya, membuat kegiatan/aktivitas literasi digital dalam bentuk bazar digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pembinaan fasilitator literasi digital di lingkungan masyarakat, khususnya untuk para pegiat literasi.

5.2.5 Penguatan Tata Kelola

1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan
Kesepakatan atau aturan dalam komunitas dan pemerintah desa atau tempat terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dibentuk berdasarkan kebutuhan dan perkembangan setiap daerah. Misalnya, pemerintah mengimbau masyarakat untuk memakai kanal gawai, televisi, atau internet pada waktu-waktu tertentu, memakai kemudahan teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia secara bergantian dan teratur; komunitas membuat aturan, yaitu dengan mewajibkan anggotanya untuk menulis di blog atau media digital lainnya.

2. Pengalokasian Anggaran Khusus dalam Dana Desa
Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa sanggup ditujukan untuk membiayai sarana prasarana dan pendampingan masyarakat terkait dengan pengembangan literasi digital. Sarana prasarana perihal teknologi informasi dan komunikasi yang ada di desa perlu dikelola dengan baik supaya keberlanjutan dan kebermanfaatannya sanggup terus digunakan oleh masyarakat. Pemanfaatan dana desa tidak hanya untuk menjaga sarana prasarana, tetapi juga untuk membekali petugas pengelola dengan pengetahuan dan keterampilan supaya sanggup mengoperasikan sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Misalnya, sebuah desa yang mempunyai pojok internet untuk masyarakat dalam rangka desa melek internet dan juga mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pemanfaatan kemudahan yang telah disediakan tersebut.



BAB 6 PENUTUP

Pengembangan literasi digital sanggup dilakukan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan literasi digital sekolah, siswa, guru, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah dibutuhkan mempunyai kemampuan untuk mengakses, memahami, serta memakai media digital, alat-alat komunikasi, dan jaringannya. Dengan kemampuan tersebut mereka sanggup membuat informasi gres dan menyebarkannya secara bijak. Selain bisa mengusai dasar-dasar komputer, internet, program-program produktif, serta keamanan dan kerahasiaan sebuah aplikasi, akseptor didik juga dibutuhkan mempunyai gaya hidup digital sehingga semua acara kesehariannya tidak terlepas dari pola pikir dan sikap masyarakat digital yang serba efektif dan efisien.


Dalam literasi digital keluarga, orang bau tanah merupakan garda terdepan dalam proses literasi digital di ranah keluarga. Ayah dan ibu merupakan pendidik pertama dan utama. Keluarga wajib melindungi anak-anaknya dari aneka macam efek negatif lingkungan, termasuk media digital. Pengembangan literasi digital keluarga lebih menekankan pada pentingnya mengoptimalkan pemanfaatan konten positif dan menyaring konten negatif. Dalam hal ini, keluarga merupakan benteng utama dalam membendung efek negatif bagi anak.


Literasi digital masyarakat sanggup dikembangkan melalui kelompok pengajian, PKK, karang taruna, komunitas hobi, dan organisasi masyarakat. Literasi digital merupakan alat penting untuk mengatasi aneka macam persoalan sosial, ibarat pornografi dan perundungan (bullying). Literasi digital membuat masyarakat sanggup mengakses, memilah, dan memahami aneka macam jenis informasi yang sanggup digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, ibarat kesehatan, keahlian, dan keterampilan.


Pembelajaran literasi digital juga harus melibatkan pemahaman mengenai nilai-nilai universal yang harus ditaati oleh setiap pengguna, ibarat kebebasan berekspresi, privasi, keberagaman budaya, hak intelektual, hak cipta, dan sebagainya. Literasi digital membuat seseorang sanggup berinteraksi dengan baik dan positif dengan lingkungannya. Dengan demikian, literasi digital perlu dikembangkan di keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai belahan dari pembelajaran sepanjang hayat.

DAFTAR PUSTAKA

Untuk mendownload artikel dari Materi Pendukung Literasi Digital "Gerakan Literasi Nasional" (GLN) kemendikbud diatas dengan file berformat pdf  Anda sanggup mengunjungi situs resmi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/cover-materi-pendukung-literasi-digital-gabung.pdf


Mari dukung Gerakan Literasi Nasional untuk Indonesia lebih baik!!


semoga bermanfaat

Logo Dan Maskot Gerakan Literasi Nasional (Gln)

Logo dan Maskot Gerakan Literasi Nasional (GLN) Kemendikbud. Gerakan Literasi Nasional (GLN) bertujuan untuk meningkatkan daya baca siswa dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggerakkan literasi bangsa dengan menerbitkan buku-buku pendukung bagi siswa yang berbasis pada kearifan lokal. Menurut perjalanan sejarah Sejak  tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bab dari implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 perihal Penumbuhan Budi Pekerti.

Berdasarkan kilasan Gerakan Literasi Nasional (GLN). Gerakan Literasi Nasional merupakan upaya untuk memperkuat sinergi antarunit utama pelaku gerakan literasi dengan menghimpun semua potensi dan memperluas keterlibatan publik dalam menumbuhkembangkan dan membudayakan literasi di Indonesia. Gerakan ini akan dilaksanakan secara menyeluruh dan serentak, mulai dari ranah keluarga hingga ke sekolah dan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Meningkatkan literasi bangsa perlu dibingkai dalam sebuah gerakan nasional yang terintegrasi, tidak parsial, sendiri-sendiri, atau ditentukan oleh kelompok tertentu. Gerakan literasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab semua pemangku kepentingan termasuk dunia usaha, sekolah tinggi tinggi, organisasi sosial, pegiat literasi, orang tua, dan masyarakat. Oleh alasannya yaitu itu, pelibatan publik dalam setiap acara literasi menjadi sangat penting untuk memastikan efek kasatmata dari gerakan peningkatan daya saing bangsa.

Sebaga salah satu cara peajarancg.blogspot.com mendukung kampanye serta penyebarluasan mengenai Gerakan Literasi Nasional (GLN) dibawah Anda akan menemukan Gambar Logo dan Maskot terlebih dahulu.


1. LOGO GLN (GERAKAN LITERASI NASIONAL)

Untuk Gambar logo gerakan literasi nasional (GLN) dibawah berformat png atau anda sanggup mendownloadnya melalui situs resmi http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/


Logo dan Maskot Gerakan Literasi Nasional  LOGO DAN MASKOT GERAKAN LITERASI NASIONAL (GLN)
Gambar logo gerakan literasi nasional (gln)



2. MASKOT GLN (GERAKAN LITERASI NASIONAL)

Untuk Gambar Maskot gerakan literasi nasional (GLN) "Cerdas Berliterasi" dibawah berformat png atau anda sanggup mendownloadnya melalui situs resmi http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/


Logo dan Maskot Gerakan Literasi Nasional  LOGO DAN MASKOT GERAKAN LITERASI NASIONAL (GLN)
Gambar Maskot Cerdas berliterasi gerakan literasi nasional



3. PANDUAN LOGO DAN MASKOT GERAKAN LITERASI NASIONAL (GLN)

Untuk panduan mengenai GLN telah kami bahas di Gerakan Literasi Nasional (GLN) Kemendikbud jadi silahkan mengunjungi halaman tersebut.



Demikian pelajarancg perihal Maskot dan Logo Gerakan Literasi Nasional (GLN) Semoga bermanfaat!!

Sunday, May 2, 2021

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB) yaitu tema “menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca-tulis serta cinta sastra” dan dengan moto “mari menjadi bangsa pembaca”  yang dikutip menurut Bidang Pembelajaran Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayan 2016 - 2019.

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019
Gambar: Logo Gerakan Literasoi Nasional (GLN) Kemendikbud
Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019
Gambar: Maskot Gerakan Literasoi Nasional (GLN) Kemendikbud

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan sebuah gerakan besar, yaitu Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 wacana Penumbuhan Budi Pekerti. Pemerintah menyadari bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi siswa dan guru. Sekolah menjadi tempat nyaman kalau siswa, guru, dan tenaga kependidikan di sekolah membiasakan sikap dan sikap positif sebagai cerminan insan Pancasila yang berbudi pekerti luhur. Demikian juga halnya dengan lingkungan masyarakat. Pemerintah yang menjadi kepingan dalam pendidikan karakter bangsa merasa harus ikut ambil kepingan dalam gerakan ini bersama-sama dengan masyarakat membuat ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berorientasi penumbuhan kecerdikan pekerti.

Budi pekerti ditumbuhkan dengan pembiasaan menerapkan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan. Pembiasaan hal-hal baik yang ingin ditumbuhkan antara lain (1) internalisasi sikap moral dan spiritual dengan bisa menghayati kekerabatan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama makhluk hidup dan alam sekitar, (2) keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebinekaan, dan (3) penghargaan terhadap keunikan potensi siswa untuk dikembangkan dengan mendorong siswa gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi dan bakatnya untuk memperluas cakrawala pengetahuan di dalam mengembangkan dirinya sendiri.

Sejalan dengan itu, jauh sebelum Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 ditetapkan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 4 (5) pun telah menyatakankan bahwa mencerdaskan bangsa dilakukan melalui pengembangan budaya baca, tulis, dan hitung bagi segenap warga masyarakat.

Untuk menumbuhkan kecerdikan pekerti dan untuk menjalankan amanat mencerdaskan bangsa, pada tanggal 18 Agustus 2015, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini mengambil tema “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti”. Untuk mewujudnyatakan gerakan pemerintah ini, diharapkan banyak pemberian dalam bentuk kegiatan senada. Oleh lantaran itu, dalam kaitan dengan kiprah bahasa sebagai penumbuh kecerdikan pekerti, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melaksanakan Gerakan Nasional Literasi Bangsa (selanjutnya disingkat GNLB) dengan tema “menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca-tulis serta cinta sastra” dan dengan moto “mari menjadi bangsa pembaca” Gerakan ini dilakukan menurut pemahaman bahwa mencar ilmu tidak hanya dilakukan di sekolah.

Dengan dasar inilah kegiatan ini menjangkau tidak hanya siswa dan guru di sekolah, tetapi juga belum dewasa dan pegiat di komunitas baca. Selain itu, GNLB ini juga didasari kesadaran untuk meningkatkan indeks literasi sekolah anak Indonesia dan menimbulkan bangsa Indonesia sebagai bangsa pembaca.


1.2 Landasan Hukum

Landasan aturan yang mendasari kegiatan ini yaitu sebagai berikut.

  1. UUD 1945 amendemen Bab XV Pasal 36 wacana kedudukan bahasa Indonesia
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan
  4. UU Nomor 24 Tahun 2010 wacana Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 wacana Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia
  6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 wacana Penumbuhan Budi Pekerti


1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan kegiatan GNLB dibagi ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan Umum

Secara umum kegiatan ini bertujuan membuat ekosistem sekolah dan masyarakat yang berbudaya baca-tulis serta cinta sastra.

Tujuan Khusus

Kegiatan yang melibatkan sekolah dan komunitas baca ini bertujuan khusus membuat budaya literasi di sekolah dan budaya literasi masyarakat. Literasi sekolah bertujuan membuat ekosistem sekolah yang berbudaya baca-tulis. Literasi masyarakat bertujuan membuat lingkungan masyarakat yang berbudaya baca-tulis.


1.4 Ruang Lingkup

Kegiatan GNLB pada tahun 2016 ini dilaksanakan di 34 provinsi di Indonesia bagi siswa kelas IV, V, dan VI pada sekolah dasar model dan juga bagi belum dewasa berusia 10 - 12 tahun yang tergabung dalam kelompok baca model.

Dalam kegiatan ini kiprah serta guru sangat diharapkan untuk mengondisikan siswa nyaman dan bahagia membaca kisah bermuatan kecerdikan pekerti sebelum kelas dimulai. Di samping itu, kiprah serta orang tua, penggagas kelompok baca, pegiat literasi, atau fasilitator juga dibutuhkan untuk mengarahkan anak- anak membaca kisah bermuatan kecerdikan pekerti.


1.5 Manfaat

Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memberi manfaat pada pembiasaan hal-hal yang akan menimbulkan sekolah dan masyarakat menjadi sekolah literasi dan masyarakat literasi tetapi juga pada penumbuhan budaya baca tulis. Manfaat ini akan tampak dalam beberapa hal berikut:
  • tersedianya materi literasi yang bersumber dari kearifan bangsa, yaitu materi literasi yang bersumber dari kisah rakyat di semua wilayah Indonesia;
  • semakin banyak anak dengan kecerdikan pekerti yang terus tumbuh dengan tingkat literasi tinggi;
  • semakin banyak guru/pengajar yang bisa menumbuhkan kecerdikan pekerti siswa/peserta didiknya lantaran tingkat literasinya pun mengalami peningkatkan;
  • adanya sekolah dengan ekosistem literasi yang sanggup menjadi model bagi sekolah lainnya;
  • adanya komunitas baca di masyarakat yang membangun budaya literasi sehingga komunitas baca itu menjadi model bagi komunitas baca lain dan masyarakat di tempat komunitas itu ada menjadi masyarakat yang berbudaya literasi; dan
  • adanya kegiatan yang membantu siswa, anak-anak, guru, dan pegiat komunitas baca untuk mengembangkan pengalaman terbaik semoga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tinggi Literasinya.




BAB II KONSEP DAN PENDEKATAN

2.1 Konsep

2.1.1 Literasi

Secara umum, literasi sanggup diartikan sebagai keberaksaraan, yaitu kemampuan seseorang membaca dan menulis. Seseorang dikatakan literate apabila ia mempunyai pengetahuan dalam setiap kegiatan yang menuntut fungsi literasi secara efektif dalam masyarakat. Pengetahuan yang diperoleh melalui membaca dan menulis sanggup dimanfaatkan bagi diri sendiri dan kemajuan bangsa.

Budaya literasi merupakan kebiasaan berpikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca-menulis yang pada jadinya akan mengarah kepada cara berpikir kritis, cara pemecahan masalah, pengembangan ilmu pengetahuan, dan penciptaan suatu karya. Budaya literasi sanggup tumbuh lantaran di dalam kegiatan pembelajaran siswa diajak untuk menulis apa yang ia lihat, dengar, dan pikirkan sehingga muncul ide-ide yang selanjutnya sanggup dikembangkan menjadi bentuk literasi yang lebih tinggi.

Untuk membantu pengembangan literasi, ada tiga komponen yang beraksi secara dinamis dan berkelanjutan, yaitu motivasi, pembelajaran membaca- menulis, dan membaca-menulis mandiri. Tanpa adanya motivasi, pembelajaran membaca-menulis dan membaca-menulis berdikari terasa tidak berjiwa lantaran tidak ada pendorong atau penyemangat seseorang dalam mengembangkan literasinya. Begitu pula, tanpa pembelajaran membaca-menulis, motivasi dan membaca-menulis berdikari tidak akan terarah dengan baik.

2.1.2 Literasi Sekolah

Sekolah intinya merupakan tempat individu menuntut ilmu dalam ranah formal. Oleh lantaran itu, proses Literasi melalui kegiatan belajar-mengajar bahu-membahu telah terjadi di Sekolah. Literasi sekolah dalam kaitannya dengan GNLB memerlukan situasi yang dirancang dan dikondisikan.

Tumbuhnya kecerdikan pekerti dalam diri siswa di sekolah sanggup terjadi kalau mereka menerima teladan dari banyak sekali sumber yang bisa menjadi idolanya. Idola yang akan mereka teladani itu bisa guru/tenaga pendidik/orang arif balig cukup akal yang ada di sekitar mereka. Idola atau tokoh yang mereka teladani itu juga bisa berupa tokoh di dalam kisah rakyat.

Siswa atau belum dewasa yang telah mengikuti gerakan literasi melalui pembiasaan membaca buku bacaan selain materi pelajaran selama lima belas menit sebelum pelajaran dimulai juga sanggup menjadi teladan dan idola bagi siswa dan belum dewasa lainnya. Siswa dan belum dewasa yang menjadi idola atau teladan tersebut yaitu siswa dan belum dewasa yang berada di dalam lingkungan yang positif dan terliterasi. Sekolah Literasi diharapkan menjadi tempat positif yang membuat generasi penerus yang berbudi pekerti luhur.

Untuk mewujudkan hal itu, diharapkan kolaborasi beberapa pihak, menyerupai kepala sekolah, guru, siswa, bahkan orang tua. Alokasi waktu untuk membaca lima belas menit sebelum kelas dimulai disosialisasikan oleh kepala sekolah. Sosialisasi tidak hanya kepada guru dan siswa, tetapi juga kepada orang bau tanah siswa. Pada pelaksanaannya, guru bertindak sebagai pendamping dan pengarah siswa, sedangkan orang bau tanah sebagai pendukung dan penggeraknya.


2.1.3 Literasi Masyarakat

Untuk mewadahi belum dewasa yang tidak bisa bersekolah semoga tetap sanggup menjadi generasi terliterasi, kegiatan GNLB menjangkau pula ranah luar sekolah, yaitu komunitas baca. Sebagaimana di sekolah, tumbuhnya kecerdikan pekerti dalam diri belum dewasa di komunitas baca juga sanggup terjadi kalau mereka menerima teladan dari banyak sekali sumber yang bisa menjadi idola bagi mereka. Tenaga pendidik, orang arif balig cukup akal yang ada di sekitar mereka, atau tokoh di dalam kisah rakyat dibangun menjadi idola mereka melalui kegiatan ini.

Anak-anak yang telah mengikuti gerakan literasi ini akan menjadi pola bagi belum dewasa lainnya. Mereka diharapkan sanggup menularkan hal-hal positif yang diperolehnya dari proses literasi tersebut kepada anak- anak lain di sekitarnya. Untuk itu, perlu kiprah aktif banyak sekali pihak, menyerupai tokoh/pejabat setempat, pegiat atau penggagas kelompok baca, dan belum dewasa anggota kelompok baca, serta orang bau tanah mereka. Tokoh atau pejabat berwenang setempat menyosialisasikan kegiatan literasi ini dan penggagas kelompok baca mendampingi belum dewasa anggota kelompoknya untuk menjalani proses literasi ini. Sementara itu, orang bau tanah atau keluarga dari belum dewasa tersebut mendukungnya.


2.2 Pendekatan

GNLB menerapkan kegiatan utama, yaitu praktik membaca dan mengambil amanat karakter dan kecerdikan pekerti dari bacaan tersebut untuk diresapi dan diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkan hal itu, dilakukanlah pendekatan proses, yaitu bagaimana siswa di sekolah atau belum dewasa di komunitas baca bisa mengambil sari dari bacaan yang dibacanya hingga tumbuh karakter berbudi pekerti luhur pada diri mereka.

Di dalam kegiatan utama GNLB terdapat pula tahapan pendekatan andragogi, yaitu pendekatan pendidikan, pelatihan, dan bimbingan sehingga iklim mencar ilmu yang dibangun mempertimbangkan konsep diri dan pengalaman mencar ilmu siswa/anak. Tahapan ini dilakukan dalam kegiatan training fasilitator literasi. Tujuannya yaitu semoga peserta training yang merupakan guru sekolah dasar dan penggagas literasi dari komunitas baca bisa membelajarkan literasi yang sempurna kepada siswa di sekolah dan belum dewasa di komunitas baca mereka.

2.2.1 Metode

Sebagaimana tujuan kegiatan ini, tantangan terkait literasi sekolah dan masyarakat yaitu bagaimana mewujudkan sekolah dan masyarakat sebagai sebuah ekosistem yang berbudaya baca-tulis dan cinta sastra. Budaya baca-tulis dan cinta sastra yang identik dengan mata pelajaran bahasa Indonesia, melalui kegiatan ini “dilepaskan” dari konteks itu dan dibiasakan dalam kegiatan sehari-hari mereka, bagi siswa di sekolah dilakukan melalui membaca lima belas menit sebelum kelas dimulai, sedangkan bagi belum dewasa di kelompok baca dilakukan dalam waktu yang lebih fleksibel.

Dengan memakai buku materi asuh literasi yang telah disiapkan, guru atau penggagas kelompok baca melaksanakan pendampingan dan pengarahan kepada siswa/anak dengan kegiatan utama dalam hal ini yaitu merangsang kemauan membaca.

Membaca naratif merupakan salah satu kegiatan dalam kerangka GNLB ini. Membaca naratif sanggup dilakukan dengan beberapa bentuk praktik membaca menyerupai membaca lantang (reading aloud), membaca senyap (sustained silent reading), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), dan membaca berdikari (independent reading).

Literasi juga menyangkut pada kegiatan menulis. Pada kegiatan ini, kegiatan meringkas teks dan mengonversi teks dilakukan tidak lepas dari buku materi asuh literasi yang menjadi pegangan utama. Meringkas teks dan mengonversi teks sanggup diwujudkan dengan menulis terpandu (guided writing). Dalam pengembangan ini diharapkan siswa/anak telah bisa memberi pola yang bermuatan kecerdikan pekerti luhur dari cerita-cerita rakyat dalam materi asuh literasi yang dibacanya tersebut.

2.2.2 Media

Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi memudahkan orang di mana pun dalam mengakses informasi dan berkomunikasi. Kemajuan ini juga dimanfaatkan dalam kegiatan GNLB.

Bahan literasi yang dipakai pada umumnya yaitu buku cetak. Selain memakai buku cetak, GNLB juga akan memanfaatkan media digital untuk penyebarluasan materi literasi. Media digital dipakai semoga gampang dalam menyebarluaskan materi literasi. Namun, media literasi dalam format digital masih sangat terbatas.

Keterbatasan materi literasi dalam bentuk digital perlu ditindaklanjuti dengan mengalihmediakan buku- buku cetak yang tersedia ke dalam bentuk digital. Selain itu, semoga buku cetak (yang umumnya berupa kisah rakyat itu) sanggup dipakai sebagai media pembelajaran, pembuatan media pembelajaran menurut buku-buku tersebut perlu dilakukan, antara lain dalam bentuk video pembelajaran dan aplikasi android. Video pembelajaran akan membantu guru dan juga siswa untuk lebih memahami manfaat kisah rakyat dalam menumbuhkan kecerdikan pekerti. Aplikasi android akan membuat siswa atau belum dewasa lebih tertarik untuk terus membaca buku juga menulis sebagai tindak lanjutnya.

BAB III PETA JALAN LITERASI

3.1 Pelibatan Publik

Rendahnya indeks literasi (budaya baca-tulis) siswa Indonesia sebagaimana yang dilansir banyak sekali forum survei internasional yaitu persoalan bangsa. Oleh lantaran itu, ikhtiar menaikkan indeks literasi bangsa Indonesia, bukan hanya urusan orang perorangan atau institusi tertentu. Diperlukan suatu gerakan masif yang melibatkan banyak sekali pihak yang berkepentingan dengan dunia pendidikan dalam upaya membangun budaya baca tulis. Oleh alasannya itu, GNLB tidak bisa hanya dilakukan oleh Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Pihak lain, baik perorangan maupun forum harus menjadi pelibat, menyerupai sekolah, dinas pendidikan di daerah, komunitas pegiat baca, perguruan tinggi, akademisi, sastrawan, dan duta bahasa. Pelibatan publik penting, tidak hanya untuk menimbulkan GNLB sebagai sebuah gerakan, tetapi juga membuat gerakan penumbuhan budaya baca-tulis (budaya literasi) ini menjadi kesibukan dan perhatian banyak sekali komponen bangsa.

3.2 Pemodelan, Penguatan, dan Peluasan

GNLB dilaksanakan Pusat Pembinaan bersama 30 Balai dan Kantor Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam kurun waktu empat tahun, 2016 - 2019. Tahun 2016 yaitu tahun pemodelan dengan mengambil satu sekolah dasar dan satu komunitas pegiat baca di 34 provinsi di Indonesia sebagai percontohan. Di simpulan tahun 2016, GNLB dievaluasi untuk keperluan penguatan dan peluasan dalam rentang waktu 2017 - 2019.

Secara skematis, empat tahun pelaksanan GNLB sebagai gerakan penumbuhan budaya literasi di sekolah dan masyarakat dengan fokus sekolah dasar dan komunitas pegiat baca, sanggup dibaca pada ragaan 1 berikut.

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019
Gambar Ragaan 1. Peta jalan Pelaksanaan GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id


Ragaan 1 wacana peta jalan di atas memperlihatkan bahwa GNLB mengikuti tiga tahap dan empat langkah. Langkah penyediaan materi literasi dan training fasilitator yaitu langkah pertama dan kedua, sedangkan pembelajaran literasi yaitu langkah ketiga dan merupakan tahap pelaksanaan. Selanjutnya, olimpiade literasi nasional sebagai langkah keempat yaitu tahap penilaian dan tindak lanjut.

Hasil penilaian GNLB tahun 2016 memberi catatan bagi penguatan dan peluasan yang akan dilaksanakan pada tahun 2017 - 2019. Target-target penguatan dan peluasannya digambarkan dalam ragaan 2 berikut.

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019
Gambar Ragaan 2. Target penguatan dan ekspansi GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id


3.3 Evaluasi

Setelah olimpiade literasi nasional yang mengambil tajuk ‘kampung literasi’ dilaksanakan, penilaian atas pelaksanaan GNLB tahun 2016 dilakukan. Evaluasi dimaksud mencakup (1) pernyiapan materi dan fasilitator literasi, (2) keefektifan model training calon fasilitator literasi, (3) pelaksanan pembelajaran literasi, (4) pelaksanaan olimpiade literasi nasional, (5) sinergi dalam pelibatan publik,dan (6) kemedaian pendanaan.

Hasil penilaian atas enam komponen dimaksud akan memberi masukan penting bagi penguatan dan peluasan penyelenggaran GNLB di tahun 2017 untuk dilanjutkan tahun 2018 dan tahun 2019.


BAB IV BAHAN LITERASI

4.1 Penyediaan Bahan Literasi

Penyediaan materi literasi merupakan kepingan tidak sanggup dipisahkan dari GNLB. Dalam hal penumbuhan kecerdikan pekerti, pembiasaan yang dilakukan untuk potensi diri siswa/peserta didik secara utuh dengan pewajiban memakai lima belas menit sebelum kegiatan mencar ilmu dimulai untuk membaca buku selain buku pelajaran. Bahan bacaan yang tersedia ada banyak dan sangat beragam. Namun, tidak semua materi bacaan yang tersedia di toko buku atau yang telah dimiliki oleh siswa itu sejalan dengan tujuan gerakan literasi yang mengacu pada semangat penumbuhan kecerdikan pekerti. Agar sejalan dengan tujuan gerakan penumbuhan kecerdikan pekerti, materi bacaan selain buku pelajaran tersebut perlu disediakan.

Penyediaan materi literasi yang akan dipakai untuk membuat budaya literasi di sekolah dan di masyarakat sanggup dilakukan dengan beberapa cara. Cara tersebut antara lain adalah:
  • pemilihan materi bacaan yang sesuai dengan tujuan gerakan menurut buku yang kini ada di sekolah dan di masyarakat;
  • penyelarasan buku berupa kisah rakyat yang kini ada di sekolah dan masyarakat dengan tujuan penumbuhan kecerdikan pekerti; untuk itu diadakan penulisan ulang buku yang bersumber dari kisah rakyat; dan
  • penulisan kisah rakyat yang mencerminkan nilai-nilai positif sehingga sanggup mendukung dan menyukseskan GNLB untuk menumbuhkan kecerdikan pekerti.



Penyediaan materi literasi ini akan menghasilkan contoh/model materi bacaan. Bahan bacaan itu akan hingga kepada pembaca atau penggunanya dalam media buku dan media lain yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

4.1.1 Jenis

Secara umum, dalam imbauan membaca lima belas menit sebelum kelas dimulai terdapat ketentuan buku yang dipakai yaitu buku nonpelajaran yang bermuatan positif. Buku-buku itu sanggup berupa majalah, buku cerita, komik, novel, dan sebagainya.

Pada kegiatan GNLB tahun 2016, jenis buku yang dijadikan materi literasi yaitu buku kisah rakyat. Buku- buku tersebut diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

4.1.2 Isi

Gerakan Literasi Sekolah didasari semangat penumbuhan kecerdikan pekerti. Bahan literasi yang disusun akan disebarluaskan kepada masyarakat melalui sekolah dan komunitas baca. Bahan literasi tersebut haruslah berisi hal positif atau hal yang menimbulkan pembacanya positif sehingga kecerdikan pekerti terus tumbuh. Dengan demikian, materi literasi yang tersedia hendaknya berisi hal yang sejalan dengan landasan GNLB, yaitu penumbuhan kecerdikan pekerti.

Budi pekerti yaitu tingkah laris atau perangai yang positif yang membawa kebaikan dalam kehidupan. Budi pekerti ini menjadi dasar dalam etika, tata krama, sikap dalam bekerjasama dengan sesama manusia, belajar, dan dalam bekerja. Berdasarkan asal katanya, kecerdikan pekerti dimaknai sebagai perbuatan atau tingkah laris yang didasari pikiran yang baik. Jadi, secara umum, segala hal yang berkaitan dengan perbuatan atau tingkah laris yang didasari pemikiran yang baik harus menjadi isi materi literasi.

Secara khusus, menurut Permendikbud wacana Penumbuhan Budi Pekerti, materi literasi harus berisi nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan. Isi tersebut memampukan siswa/anak-anak memiliki/bertindak untuk:

  • internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu bisa menghayati kekerabatan spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar;
  • keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu bisa terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa Indonesia;
  • interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang arif balig cukup akal di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu bisa dan mau menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, warga masyarakat di lingkungan sekolah, dan orang tua;
  • interaksi sosial positif antarpeserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antarteman sebaya, adik kelas, dan abang kelas;
  • memelihara lingkungan sekolah, yaitu melaksanakan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;
  • penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan dirinya sendiri; dan
  • penguatan kiprah orang bau tanah dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan kiprah aktif orang bau tanah dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan sikap positif di sekolah.


4.1.3 Reproduksi Teks

Cerita yang dimiliki oleh rakyat Indonesia yang diturunkan secara verbal secara bebuyutan telah menjadi salah satu media yang dipakai oleh nenek moyang kita untuk menanam dan menumbuhkan kecerdikan pekerti kepada anak-cucunya. Cerita rakyat itu sebagian telah dituliskan, sebagian lagi masih berkembang secara verbal di masyarakat dan belum dituliskan dan dibukukan.

Upaya menuliskan kisah verbal menjadi salah satu langkah yang dilakukan Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam kegiatan GNLB ini. Di samping itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (sejak berjulukan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, kemudian Pusat Bahasa) telah menghasilkan ratusan buku kisah rakyat. Tidak semua kisah rakyat ditulis dengan sasaran pembaca yang khusus dan dengan tujuan khusus tertentu. Oleh lantaran itu, diharapkan penelaahan untuk mengetahui kesesuaian kisah rakyat itu dengan tujuan GNLB ini. Ketidaksesuaian kisah rakyat yang ada dengan penumbuhan kecerdikan pekerti ditindaklanjuti dengan penulisan ulang atau reproduksi kisah rakyat. Penulisan ulang terutama dilakukan oleh penulis yang sama, tetapi dengan kriteria yang sesuai dengan pembiasaan positif dalam penumbuhan kecerdikan pekerti.


4.2 Kriteria Bahan Literasi

Bahan literasi berupa kisah rakyat yang dipakai dalam kegiatan GNLB ini mempunyai kriteria tertentu. Kriteria tersebut diadaptasi dengan tujuan pelaksanaan kegiatan ini. Hal itu diuraikan pada subbab berikut.

4.2.1 Jenjang Pendidikan

Bahan literasi berupa buku kisah rakyat disusun menurut jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Perbedaan antara ketiganya yaitu pada muatan isi dan jumlah halaman. Muatan isi dalam hal ini diadaptasi dengan perkembangan jiwa siswa atau anak seusia SD, SMP, dan SMA. Adapun jumlah halaman buku kisah rakyat untuk SD yaitu 30 halaman, untuk Sekolah Menengah Pertama yaitu 45 halaman, dan untuk Sekolah Menengan Atas yaitu 60 halaman.

4.2.2 Materi Bacaan

Cerita rakyat yang merupakan materi bacaan dalam kegiatan GNLB ini mengandung karakter dan kecerdikan pekerti tokoh-tokohnya. Hal itu diharapkan bisa memengaruhi pembacanya sehingga terbentuk pula karakter dan kecerdikan pekerti yang baik pada mereka.

Dalam buku-buku tersebut juga terkandung salah satu dari empat tema utama, yaitu tokoh, sejarah, tempat, dan alam. Tema tokoh, contohnya Malin Kundang; tema sejarah, contohnya Sejarah Klenteng Ancol; tema tempat, contohnya Keajaiban Sumur Tujuh; dan tema alam, contohnya Asal-Usul Pohon Kayu di Bali.

4.3 Penyusunan Bahan Ajar Literasi

Dalam kaitannya dengan implementasi Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015, kegiatan membaca lima belas menit oleh siswa di sekolah atau belum dewasa di komunitas baca memerlukan pendampingan. Pendampingan tersebut dilakukan oleh guru dan atau penggagas kelompok baca. Oleh lantaran itu, diharapkan materi khusus, yaitu berupa materi asuh literasi. Bahan tersebut dimanfaatkan semoga tujuan kegiatan membaca lima belas menit sebelum kelas dimaulai itu sanggup tercapai.

Adapun bentuk-bentuk materi asuh literasi yaitu sebagai berikut.

1. Buku kisah rakyat yang dilampiri dengan lampiran yang menyatu dengan buku kisah rakyat pada halaman belakang. Lampiran tersebut berisi tiga butir pertanyaan yang menggugah siswa/anak untuk menemukan karakter dan kecerdikan pekerti yang dibangun dalam cerita.

2. Buku hasil kerja siswa/anak yang memperlihatkan rekaman kegiatan membaca siswa/anak dari hari ke hari.

4.4 Pengalihmediaan Bahan Literasi

Teknologi yang semakin berkembang memungkinkan dibuatnya bermacam-macam media literasi. Bahan kisah rakyat tidak saja dicetak dalam bentuk buku, tetapi juga sanggup dialihmediakan ke dalam bentuk lain, yaitu buku elektronik dalam aplikasi android serta video animasi (tanpa narasi dan percakapan) untuk pembelajaran membaca dan menulis.


BAB V PELATIH FASILITATOR DAN FASILITATOR LITERASI

5.1 Pelatih Fasilitator

Pelatih fasilitator berasal dari dosen yang berlatar belakang pembelajaran bahasa atau pembelajaran sastra dan sastrawan yang mempunyai pengalaman dalam training menulis. Pemilihan atau penetapan instruktur fasilitator menurut curriculum vitae atau riwayat keminatan akademik dan pengalaman dalam training atau pendampingan kegiatan yang berkaitan dengan proses kreatif membaca dan menulis.

5.2 Fasilitator Literasi

Fasilitator literasi yaitu guru di sekolah dasar, guru di komunitas pegiat baca, dan duta bahasa yang dihasilkan oleh Badan Bahasa.

5.3 Mekanisme Penyeleksian Fasilitator Literasi

Fasilitator literasi direkrut dari guru sekolah dan guru komunitas pegiat baca tempat kegiatan pembelajaran literasi serta duta bahasa dari provinsi. Mekanisme penerimaannya yaitu (1) meminta kepala sekolah dan komunitas pegiat baca mengusulkan satu guru yang dinilai kompeten, (2) kepala balai/kantor setempat menentukan dua duta bahasa yang pernah mewakili provinsi dan memutuskan satu guru komunitas baca, (3) pernyataan kesediaan dan komitmen calon fasilitator (guru di sekolah, guru di komunitas baca, dan duta bahasa) dalam bentuk tertulis dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai fasilitator dalam GNLB.

5.4 Model Pelatihan Fasilitator

Oleh lantaran fasilitator literasi yaitu orang dewasa, training ini mengadopsi pembelajaran andragogi. Tiga ciri penting pembelajaran andragogi, yaitu (1) semua peserta training yaitu pembelajar, (2) instruktur yaitu fasilitator yang memfasilitasi, dan (3) training yaitu “proses mengalami bersama” pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan baru.

Metodenya yaitu metode diskusi dan curah gagasan (brain storming), dengan teknik-teknik training yang dilaksanakan secara sekuensis (urut- waktu) sebagai berikut: (1) pengenalan teori wacana literasi dan orientasi teks materi ajar; (2) pemberian kiprah membaca teks (narasi) dengan cara meringkas, mengkonversi dan mengkonstrusi ulang; (3) menampilkan hasil dalam diskusi bersama peserta akomodasi untuk perbaikan dan pematangan hasil; dan (4) penyusunan materi literasi secara bersama bagi pelaksanaan pembelajaran literasi di sekolah dan komunitas.

Secara sekuensi, model training digambarkan dalam ragaan 3 berikut.

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019
Gambar  Sekuensi training calon fasilitator pelaksanaan GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id



BAB VI MEKANISME PELAKSANAAN

6.1 Pembelajaran Literasi

Setelah materi asuh literasi selesai disusun, pembelajaran literasi siap dilaksanakan. Namun, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa untuk menjalankan kegiatan lima belas menit membaca buku non-pelajaran sebelum kelas dimulai, diharapkan pendamping dari unsur guru atau penggagas kelompok baca. Untuk itu, perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang mendukung pembelajaran literasi, yang diawali dengan training fasilitator literasi semoga mereka mempunyai pemahaman yang sama terhadap pembelajaran literasi.

6.1.1 Pelatihan Fasilitator Literasi

Pelatihan fasilitator literasi yang dimaksud yaitu training kepada guru atau penggagas kelompok baca. Pelatihan ini bertujuan memahamkan mereka bagaimana penerapan GNLB ini di sekolah dan komunitas baca. Peserta pada training ini terdiri atas guru, penggagas kelompok baca, dan duta bahasa yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia.

Materi yang diberikan pada training ini mencakup materi membaca naratif, meringkas teks, konversi teks, dan bermain peran. Materi tersebut diberikan oleh pakar dari universitas, sastrawan, dan narasumber dari Badan Bahasa.

6.1.2 Pembelajaran Literasi

Pembelajaran literasi mengandung materi membaca naratif, meringkas teks, konversi teks, dan bermain peran. Membaca naratif, menyerupai telah dikemukakan di atas, sanggup memakai beberapa teknik. Pertama, membaca lantang. Dalam hal ini fasilitator literasi sanggup memakai bacaan yang terdapat dalam buku tersebut dan membacakannya dengan bunyi keras dan intonasi yang benar sehingga setiap siswa sanggup mendengarkan dan menikmati ceritanya.

Kedua, membaca senyap. Pada membaca senyap, fasilitator literasi memperlihatkan kebebasan kepada siswa untuk menentukan materi bacaan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri sehingga mereka sanggup menuntaskan membaca bacaan tersebut. Kemudian, fasilitator literasi memberi pola sikap membaca dalam hati yang baik sehingga siswa/anak sanggup meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama. Ketiga, membaca bersama. Pada membaca bersama, terdapat tiga hal yang sanggup dilakukan. Pertama, fasilitator literasi sanggup membaca dan siswa/anak mengikutinya. Kedua, fasilitator literasi membaca dan siswa/anak menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku. Ketiga, siswa/anak membaca bergiliran. Sementara itu, pada membaca terpandu, semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Fasilitator literasi memberikan pertanyaan yang juga sudah ada dalam buku materi asuh literasi itu dan meminta siswa/anak menjawabnya.

Terakhir, membaca mandiri. Pada membaca mandiri, siswa/anak bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga kiprah fasilitator literasi kini menjadi seorang pengamat, fasilator, dan pemberi respon.

Di samping membaca naratif, diberikan pula teknik konversi teks dan meringkas teks. Kedua hal itu termasuk ke dalam menulis terpandu, kiprah fasilitator literasi yaitu sebagai fasilator yang membantu siswa/anak menemukan apa yang ingin ditulisnya dari buku kisah yang dibacanya dan bagaimana menuliskannya kembali dengan jelas, sistematis, dan menarik. Fasilitator literasi bertindak sebagai pendorong dan pemberi saran.

Pembelajaran bermain kiprah dilakukan dalam rangka mempraktikkan apa yang ada dalam kisah rakyat itu ke dalam pertunjukan panggung sandiwara. Fasilitator literasi mengarahkan siswa/anak untuk membentuk kelompok dan berlatih memerankan tokoh-tokoh dan memainkan kisah rakyat tersebut dalam pementasan. Dari situ diharapkan siswa/anak makin mengerti muatan kecerdikan pekerti dalam sebuah cerita.

6.1.2.1 Pembelajaran Literasi di Sekolah Model
Sekolah model yaitu sekolah yang dibina untuk melaksanakan pembelajaran literasi. Dari sekolah model ini diharapkan pada masa mendatang sanggup pula terealisasi kegiatan serupa di sekolah-sekolah lain. Komponen yang terlibat di sini yaitu kepala sekolah, guru, siswa, dan orang bau tanah dengan kiprah masing-masing.

Pembelajaran literasi yang dilakukan di sekolah model, sebagaimana dijelaskan di atas, berisi materi membaca, menulis, dan bermain peran. Materi itu disampaikan oleh guru dengan cara pendampingan kepada siswa. Pada jadinya diharapkan tumbuh kebiasaan membaca yang akan meningkatkan potensi diri dan akan menumbuhkan kecerdikan pekerti pada diri siswa.

6.1.2.2 Pembelajaran Literasi di Komunitas Model
Komunitas baca model yaitu komunitas baca yang dibina untuk melaksanakan pembelajaran literasi di masyarakat. Komunitas baca model ini diharapkan mencetak belum dewasa berkarakter kecerdikan pekerti luhur dengan kebiasaan membaca. Sejalan dengan pembelajaran literasi sekolah model, Pembelajaran literasi yang dilakukan di komunitas baca model, juga berisi materi membaca, menulis, dan bermain peran. Materi itu disampaikan oleh penggagas komunitas baca dan duta bahasa dengan cara pendampingan kepada anak-anak.


6.2 Olimpiade Literasi Nasional

Olimpiade dimaknai dengan pertandingan. Awalnya, olimpiade dilakukan sebatas pada olahraga, tetapi penggunaannya kemudian meluas. Muncullah olimpiade sains, olimpiade fisika, olimpiade matematika, olimpiade geografi, dan sebagainya. Pada tahapan puncak kegiatan GNLB, diadakan kegiatan Olimpiade Literasi Nasional di sebuah Kampung Literasi.

Olimpiade literasi ini bersifat nasional lantaran diikuti oleh wakil dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Wakil- wakil tersebut yaitu guru dan siswa`yang berasal dari 34 sekolah dasar model serta penggagas baca dan seorang anak usia 10—12 tahun yang berasal dari 34 komunitas baca model. Selain peserta dan panitia, komponen yang terlibat dalam olimpiade ini mencakup narasumber dari unsur pendidik, sastrawan, seniman seni peran, dan dari Badan Bahasa.

Ada beberapa kegiatan dalam Olimpiade Literasi Nasional ini, yaitu lomba membaca naratif, lomba meringkas teks, lomba mengonversi teks, lomba bermain peran, dan ada pula klnik literasi.

6.2.1 Lomba Membaca Naratif

Lomba membaca naratif dalam hal ini yaitu lomba membaca cerita. Peserta diminta tampil membaca kisah dengan sumber kisah rakyat dari derah masing- masing. Jika ada, peserta boleh membawa kelengkapan yang dipersiapkan oleh masing-masing peserta untuk mendukung pembacaan ceritanya itu.

Lomba membaca naratif ini diadakan khusus untuk siswa/anak.

Bagan Penilaian Lomba Membaca Naratif

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019
Gambar Bagan penilaian lomba membaca naratif pelaksanaan GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id



6.2.2 Lomba Meringkas Teks

Yang dilakukan dalam lomba meringkas teks yaitu menulis ulang sebuah kisah dengan lebih ringkas. Tentu hal ini diawali dengan membaca dan memahami isinya, kemudian menuangkannya kembali dengan bahasa sendiri dan dalam jumlah kata yang jauh lebih sedikit dari aslinya.

Pada kegiatan ini, peserta diberi buku yang berbeda dari tempat asalnya, kemudian diberi waktu untuk membaca, dan dilanjutkan dengan membuat ringkasan. Kegiatan ini diikuti oleh guru, penggagas kelompok baca dan juga siswa/anggota kelompok baca.

Bagan Penilaian Lomba Meringkas Teks

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019
Gambar Bagan penilaian meringkas teks
sumber: gln.kemdikbud.go.id


6.2.3 Lomba Konversi Teks

Lomba lainnya yang digelar pada Olimpiade Literasi Nasional yaitu konversi teks. Para peserta diminta membaca sebuah buku kisah untuk kemudian menghasilkan teks gres dengan cara merekonstruksi dan mengonversi teks kisah rakyat menjadi teks gres dengan genre yang berbeda. Lomba konversi teks ini hanya diikuti oleh guru, penggagas kelompok baca, dan duta bahasa.

Bagan Penilaian Konversi Teks

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019


6.2.4 Lomba Bermain Peran

Bermain kiprah atau sandiwara merupakan salah satu kegiatan yang dilombakan dalam Olimpiade Literasi nasional ini. Pada lomba ini, peserta dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu dua kelompok mewakili wilayah Indonesia kepingan Barat, dua kelompok mewakili wilayah Indonesia kepingan Tengah, dan dua kelompok mewakili wilayah Indonesia kepingan Timur. Tiap-tiap kelompok terdiri atas guru, penggagas kelompok baca, siswa, dan belum dewasa dari kelompok baca. Tiap-tiap kelompok itu dilatih untuk memainkan sandiwara yang mengangkat kisah dari tiga wilayah Indonesia tersebut. Cerita telah ditentukan sebelumnya oleh panitia.

Bagan Penilaian Lomba Bermain Peran
Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa  Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019


6.2.5 Klinik Literasi

Klinik literasi merupakan sebuah “anjungan” bahasa dan sastra yang di dalamnya terdapat tim jago bahasa dan sastra dari Badan Bahasa. Peserta Olimpiade Literasi Nasional berkesempatan mengunjungi klinik literasi ini pada saat-saat tertentu, contohnya untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan GNLB, kebahasaan, dan kesastraan yang ditugaskan oleh narasumber, atau untuk kepentingan menambah pengetahuan pribadi.

BAB VII PENUTUP

Kegiatan GNLB yang diawali tahun 2016 ini diharapkan sanggup menjadi model bagi pelaksanaan gerakan literasi dari tahun ke tahun sehingga benar- benar tercipta ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca-tulis serta cinta sastra. Dengan demikian, pembangunan karakter dan penumbuhan kecerdikan pekerti siswa dan belum dewasa Indonesia sanggup mewujud nyata. Hasil pelaksanaan GNLB 2016 akan dievaluasi untuk dijadikan materi bagi penguatan dan peluasan pelaksanaan GNLB tahun 2017 hingga 2019.

DAFTAR PUSTAKA

Untuk Artikel Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 - 2019 diatas Anda sanggup download dengan format pdf di situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di link: http://118.98.227.114/glnsite/wp-content/uploads/2017/09/Pedoman-GLNB-2016-2019.pdf



Artikel Terkait